Kemenag dan MUI Siap Kawal SEMA Nomor 2 Tahun 2023, Soal Pernikahan Beda Agama
Diterbitkan Rabu, 13, September, 2023 by Korps Nusantara

Wakil Menteri Agama (Wamenag) RI Syaiful Rahmat Dasuki menghadiri Mudzakarah Hukum Nasional dan Hukum Islam yang digelar Komisi Hukum dan HAM MUI di Aula Buya Hamka, Kantor MUI Jakarta, Rabu (13/9/2023).
Dalam sambutannya beliau mewakili Menag Yaqut Cholil Qoumas, menyampaikan beberapa hal terkait terbitnya Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 2 Tahun 2023.
Menurutnya Mudzakarah ini sangat penting, karena memiliki dampak besar terhadap sistem peradilan dan perlindungan Hak Asasi Manusia di
Indonesia.
Perlu diketahui bahwa SEMA Nomor 2 Tahun 2023 ini terkait dengan Nikah Beda Agama. Dalam SEMA tersebut berisikan terkait dengan petunjuk bagi hakim dalam mengadili perkara perkawinan antar-umat berbeda agama dan kepercayaan.
Pernikahan Beda Agama ini merupakan sebuah fenomena sosial yang semakin sering ditemui dalam masyarakat. Dan menjadi salah satu isu hukum yang kompleks, yang berkaitan dengan harmoni kehidupan beragama dan keberagaman di Indonesia.
“Kita tentu menyadari bahwa pernikahan beda agama merupakan suatu pilihan personal yang harus dilakukan dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab. Meski demikian, sebagai negara dengan mayoritas penduduk yang beragama Islam, kita perlu memastikan bahwa setiap pernikahan yang terjadi mengikuti ketentuan hukum yang berlaku, baik hukum nasional maupun hukum Islam,” ungkapnya Wamenag.
Kementerian Agama menyatakan siap bekerjasama dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk mengawal Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 2 Tahun 2023.
“Kita prinsipnya bagian dari pemerintah, tentu akan berusaha menjalin kerja sama yang baik dengan semua lembaga termasuk MUI. Apalagi ini berbicara kepentingan umat, kita akan duduk bareng,” imbuhnya.
Wamenag Syaiful yang juga Ketua DPW PPP DKI Jakarta ini menyambut baik dengan terbitnya SEMA Nomor 2 Tahun 2023 ini.
“Saya kira merupakan hal baik. Apalagi, ketika edaran itu mencakup Petunjuk Bagi Hakim dalam Mengadili Perkara Permohonan Pencatatan Perkawinan Antar-umat berbeda Agama dan Kepercayaan,” ungkap Wamenag dalam keterangan tertulisnya.
BACA JUGA:
Pemerintah Ubah Isa Al-Masih Menjadi Yesus Kristus Untuk Penamaan Hari Libur Nasional Tahun 2024
Meski demikian lanjutnya, ada beberapa catatan yang perlu mendapat perhatian dari kita semua dalam mudzakarah ini, bahwa SEMA Nomor 2 Tahun 2023 memang menegaskan esensi Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 8 huruf f UU No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Bahwa perkawinan itu akan sah, apabila dilakukan menurut agama dan kepercayaannya masing-masing. Namun demikian, hal ini baik jika ditilik dalam rangka supremasi UU No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, khususnya di lingkungan lembaga peradilan.
Namun ruang perkawinan beda agama masih tersedia dengan keberadaan Pasal 35 huruf (a) UU No 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan yang dilandasi spirit pemenuhan hak administrasi warga tanpa praktik diskriminatif.
Realitas ini harus diselesaikan melalui
harmonisasi antar norma di sejumlah peraturan perundang-undangan. Upaya ini setidaknya akan mengakhiri permasalahan praktik pernikahan beda agama.
“Kita menghadapi kenyataan bahwa dalam
implementasinya terdapat ambiguitas norma antara hukum perkawinan dan hukum administrasi, termasuk putusan
hakim terdahulu.
Oleh karena itu, ambiguitas ini harus
dituntaskan dengan tetap berpegang pada konstitusi yang
mengatur soal agama dan HAM dalam konteks Indonesia.
Wamenag meyakinkan bahwa pihaknya dalam hal ini Kementerian Agama akan mendukung hal ini karena merupakan bagian dari tugas dan tanggung jawabnya.
“Atas nama Kementerian Agama, saya berkomitmen untuk memberikan perlindungan dan pelayanan yang terbaik bagi setiap warga negara yang berada di dalam wilayah hukum negara kita. Saya akan terus membimbing para pegawai Kantor Urusan Agama (KUA) dalam melaksanakan tugasnya sebagai perpanjangan tangan pemerintah dalam
mengatur dan mengawasi pernikahan beda agama sesuai dengan nilai-nilai agama dan hukum yang berlaku,” tandasnya.(waké)